
1. Mengandalkan “Insting Bau Wangi”
Cara pertama yang kerap dilakukan para backpacker absurd
adalah memakai hidung mereka sebagai kompas kuliner. Alih-alih mencari review
online atau mengikuti peta, mereka akan berjalan tanpa arah, hanya mengikuti
aroma makanan yang tercium di udara. Biasanya, aroma tumisan bawang putih atau
sambal goreng yang menyeruak dari balik tembok seng menjadi sinyal kuat adanya
warung legendaris tersembunyi. Anehnya, metode ini sering berhasil.
Warung-warung yang tidak punya papan nama justru menyajikan masakan rumah yang
rasanya menggugah dan harganya sering kali di bawah standar turis.
2. Menyamar Jadi Kurir atau Mahasiswa Lokal
Beberapa backpacker hemat bahkan mengambil pendekatan kocak:
menyamar jadi kurir atau mahasiswa lokal. Mereka memakai jaket ojek online
bekas, atau membawa map lusuh, lalu dengan percaya diri masuk ke warung
sederhana yang penuh pekerja lokal. Taktiknya sederhana: jika terlihat seperti
warga sekitar, maka harga yang diberikan pun harga “warga”, bukan harga
“turis”. Meski terdengar absurd, cara ini bisa menghemat cukup banyak, apalagi
di daerah wisata yang biasanya membedakan harga.
3. Mengikuti “Iringan Sendok” dari Dapur Belakang
Ini trik rahasia yang hanya dilakukan oleh backpacker nekat:
mereka berjalan melewati gang sempit di belakang pasar atau terminal, lalu
mengikuti suara dentingan sendok dan piring dari dapur. Biasanya, suara riuh
itu menandakan warung kecil yang penuh pelanggan setia. Warung-warung seperti
ini sering tidak masuk radar wisata, tapi menyajikan makanan rumahan yang
porsinya besar dan harganya ramah. Sensasinya seperti menemukan harta karun
kuliner yang tidak ada di internet.
4. Patungan Misterius dengan Backpacker Asing
Di dunia backpacker absurd, ada pula strategi patungan makan
dengan orang asing yang baru kenal lima menit lalu di hostel. Mereka sepakat
membeli menu besar untuk dibagi, lalu menentukan pembagian biaya berdasarkan
potongan roti terakhir yang mereka rebut. Meskipun tampak kacau, metode ini
membuat mereka bisa mencicipi lebih banyak menu dengan biaya minimal. Kadang,
pertemanan jangka panjang pun terbentuk hanya karena perebutan sambal terasi
terakhir.
5. Mengandalkan “Jam Gaib Diskon”
Banyak warung tersembunyi yang diam-diam memberikan diskon
besar di jam tertentu — biasanya mendekati jam tutup. Backpacker absurd
memanfaatkan ini dengan muncul seperti ninja kuliner di menit-menit terakhir,
saat pemilik warung mulai ingin pulang. Sisa lauk dijual murah, bahkan kadang
bisa dapat bonus nasi tambahan. Rasanya tetap enak, harganya sangat miring, dan
bonusnya: tidak ada antrean.
Kesimpulan
Menjadi backpacker hemat bukan berarti harus makan seadanya
atau selalu menahan lapar. Dengan cara-cara absurd namun kreatif, para
petualang bisa menemukan warung-warung tersembunyi yang menyajikan makanan enak
dengan harga bersahabat. Mulai dari mengandalkan insting hidung, menyamar jadi
warga lokal, hingga muncul di jam-jam gaib diskon, semua strategi ini memberi
pengalaman kuliner yang unik sekaligus menghemat pengeluaran.
Jadi, kalau kamu sedang menjelajah kota baru dengan dana
terbatas, jangan takut terlihat konyol. Siapa tahu, di balik gang kecil yang
tampak sepi, ada sepiring nasi hangat yang siap menyambutmu—dengan harga yang
membuat dompet ikut tersenyum.